Asyiknya Belajar dari Rumah Bersama Keluarga di Masa Pandemi Covid-19
- Panji Wismaya
- Dec 21, 2021
- 4 min read

Sumber gambar: freepik.com
Ditulis oleh Panji Wismaya
Mulai awal tahun 2020, pandemi covid-19 melanda seluruh dunia. Hal ini semakin mengubah cara hidup kita. Dari yang semula bertatap muka secara langsung sekarang harus menjaga jarak bahkan harus selalu memakai masker kemana-mana. Adanya penyakit disebabkan virus covid-19 sangat membahayakan karena menular sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, banyak himbauan untuk tetap berada di rumah apabila tidak ada hal yang penting dilakukan di luar rumah, sekolah tidak lagi dilakukan secara tatap muka karena akan membahayakan peserta didik maupun guru.
Aku biasa dipanggil Rahmat, nama lengkapku sebenarnya Rahmat Nur Hadi. Aku pelajar SMP di Makassar, anak kedua dari empat bersaudara. Kakak pertamaku adalah seorang youtuber yang subscribe-nya sudah mencapai seratus ribu subscriber. Adik pertamaku juga masih SMP, dia adalah siswa yang berprestasi. Di antara lain, prestasinya yaitu menjuarai Olimpiade Sains Nasional juara pertama, juara 1 lomba lukis nasional, dan menjadi ketua OSIS di sekolahnya. Adik bungsuku masih bersekolah di SD, dia adalah anak yang energik. Dia menjadi anggota klub sepak bola dan menjadi kapten di timnya. Coach memilihnya menjadi kapten karena sering mencetak gol dan assist. Dia juga menjadi ketua kelas. Ibuku adalah seorang pegawai negeri sipil dan ayahku adalah seorang programmer. Itulah gambaran keluargaku, bisa dibayangkan rumahku cukup ramai dengan 6 anggota keluarga.
Pada awal belajar online aku sangat bingung bagaimana cara menggunakan bermacam aplikasi di laptop. Sebelumnya, aku hanya melihat saja kalau ayah dan kakakku bekerja dengan laptop mereka. Dengan adanya keharusan belajar dari rumah, maka mau tak mau aku juga harus bisa menggunakan laptop.
Lalu aku bertanya ke ayahku, “Ayah, bagaimana cara menggunakan aplikasi zoom?”
Ayahku menjawab, “Pertama-tama kamu sign in aplikasi zoom dulu. Setelah itu, kamu masukkan meeting ID, lalu masukkan passcode, lalu kamu bisa on cam dan on mic dengan cara menekan tombol mikrofon dan kamera. Dengan begitu kamu bisa bertemu dengan guru dan temanmu.”
“Oh, begitu, Ayah, terima kasih.” Lalu aku melakukan pertemuan dengan temanku. Aku sangat senang sekali bisa bertemu dengan guru dan temanku walau tidak bertatap muka. Setelah aku melakukan zoom dengan guru dan temanku, adikku berteriak, “Kak, gantian ya ... sekarang aku mau melakukan zoom dengan guru dan temanku.”
Setelah melakukan zoom, aku langsung mengerjakan tugasku melalui Microsoft Word. Pada awalnya aku bingung cara menggunakan Word, lalu aku bertanya dengan ayahku, tapi ayahku sedang melakukan zoom penting dan tidak mau diganggu. Lalu aku bertanya ke kakakku, “Kak bagaimana cara membuat tabel?”
Kakakku menjawab, “Pertama-tama kamu harus ke menu insert dulu. Setelah itu, kamu pilih ke menu tabel, lalu kamu bisa memilih bagaimana tabel yang kamu mau.”
“Ouhhh, begitu, Kak, terima kasih.”
Kakakku menjawab, “Sama-sama”.
Lalu aku mengerjakan tugasku dengan cepat karena sudah bisa membuat tabel di Word dan tidak perlu lagi mengerjakan di kertas. Tinggal klik sana dan klik sini jadi deh. Setelah 3 bulan, aku pun menjalani Penilaian Tengah Semester satu. Aku sudah belajar semua materi tinggal bagaimana cara mengerjakan Penilaian Tengah Semester tersebut. Aku kira Penilaian Tengah Semester jawabannya ditulis di kertas, ternyata cara mengerjakan Penilaian Tengah Semester berbeda karena mengerjakan di laptop atau ponsel. Jika mengerjakannya di kertas saja dan dikirim fotonya, guru pasti akan susah menilainya. Apalagi kalau tulisan anak jelek. Akhirnya sekolah saya pun memutuskan menggunakan aplikasi google form supaya guru lebih enak menilai hasil Penilain Tengah Semester tersebut. Aku pun kaget jika Penilaian Tengah Semester menggunakan google form karena aku sudah terbiasa menulis jawaban di kertas lalu kirim ke gurunya saat penilain harian. Aku pun mulai mengerjakan semua soal Penilain Tengah Semester dengan lancar karena di hari sebelumnya aku sudah belajar. Ternyata mengerjakan Penilaian Tengah Semester di google form lebih gampang karena hanya tinggal mengklik jawaban yang benar dan jika aku sudah selesai aku pun tinggal menekan tombol submit atau kirim. Satu fitur yang aku sukai dari google form adalah nilaiku langsung keluar, jika aku menekan tombol kirim atau submit.
Setelah selesai Penilaian Tengah Semester, aku mencoba membantu kakakku untuk membuat video YouTube dan adikku juga membantu membuat video edukatif. Aku menjadi bagian yang menuliskan naskah, kakakku bagian menyunting, dan adikku bagian mencari ide. Akhirnya video kami sudah jadi dan tinggal di-upload. Kami pun bersama-sama mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim,” lalu kami meng-upload video tersebut. Satu jam pertama yang menonton hanya seribu orang karena kami membuat video itu di malam hari. Kami pun segera tidur karena sudah sangat lelah dan mengantuk. Pada keesokan harinya, kakakku mengecek videonya kembali. Lalu kakakku terkejut dengan jumlah viewers yang mencapai satu juta viewers. Lalu kakakku memanggil aku dan adikku yang pada waktu itu sedang makan sambil menonton TV.
Kakakku bilang, “Dik, jumlah viewers kita sudah mencapai satu juta viewer!”
Aku dan adikku menjawab, “Hah yang benar, Kak?”
Kakakku menjawab, “Lihat saja sendiri.”
Aku dan adikku melihat komputer kakakku dan ternyata memang betul jumlah viewers-nya satu juta orang. Aku, kakakku, dan adikku sangat bahagia dan kami sama-sama mengucapkan, “Alhamdulillah.”
Setelah kejadian satu juta viewers tersebut, sekolahku mengadakan lomba membuat cerpen yang bertema “Peran Pemuda Milenial di Masa Pandemi”. Aku pun mengikuti lomba membuat cerpen tersebut. Aku mengikuti lomba cerpen tersebut karena aku sudah terbiasa menulis kata dengan banyak. Aku pun harus melawan teman kelasku yang bernama Raden Roro Alulaninda Azzahra Aquen atau yang biasa dipanggil Alula. Aku dan Alula mengikuti lomba tersebut karena ingin masuk ke SMA favorit di Makassar. Oh iya, aku lupa memberitahu jika aku menang lomba sampai tingkat walikota, aku pun bisa memilih SMA. Yang penting masih SMA tersebut masih ada di Makassar. Aku pun menjalani lomba tersebut dengan sungguh-sungguh. Ternyata usaha tidak mengkhianati hasil. Aku pun juara kedua setelah Alula. Aku sangat senang, tapi aku ingat ini baru tingkat sekolah belum mencapai tingkat kota. Di tingkat kecamatan, ternyata lombanya lebih sulit daripada yang aku kira. Peserta harus membuat video sambil membuat cerpen. Karena kakakku seorang youtuber, aku pun bisa membuat video yang diminta panitia. Akhirnya dengan kerja keras, aku pun berhasil menjadi juara satu mengalahkan Alula yang menjadi juara dua. Aku sangat berterima kasih dengan Alula karena dialah yang memotivasiku untuk menjadi sang juara. Akhirnya aku dan Alula bersekolah di satu SMA yang sama.
Comments